BANYUMAS - Komunitas Gusdurian Banyumas menggelar rangkaian haul ke-13 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dimulai pada Rabu (21/12/2022). Dalam rangkaian kegiatan tersebut Tokoh Agama Konghucu bersama Aktifis dan Dosen Politeknis Gusdurian mengandeng Forum muda Tioanghoa pecinta Gus Dur. Dalam forum yang dihadiri puluhan orang tersebut diisi dengan diskusi keteladanan Gus Dur yang selalu membela kaum minoritas.
Sejumlah narasumber dari lintas agama akan mengisi diskusi kebangsaan yang mengusung tema "Gus Dur dan Tionghoa". Diantaranya: WS Budi Rohadi (tokoh agama konghucu) dan Thaufiqur Rohman (aktifis dan dosen politeknik Gusdurian) dengan Moderator Fajrul
Sejumlah empat puluh orang muda yang tergabung dalam Komunitas Gusdurian Banyumas berkunjung ke Klenteng Hok Tik Bio Pasar Wage Purwokerto, pada hari Rabu, 21 Desember 2022 jam 15:30 - 18:00 Wib. Para peserta dengan antusias mengikuti diskusi forum 17an dengan dua narasumber muda yang dari tokoh muda agama konghucu, WS Budi Rohadi dan aktifis dan dosen politeknik Gusdurian, Thoufiqurrahman.
Moderator diskusi dan dialoh, Fajrul di lokasi acara menyampaikan bahwa kegiatan dialog kebangsaan ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian atas sesama anak bangsa. Menurutnya, perbedaan bukanlah sesuatu yang harus diributkan
"Kita banyak belajar dari Gus Dur. Beliau dikenal sebagai bapak pluralisme di Indonesia. Untuk itu nilai-nilai kemanusiaan yang diwariskan akan terus kita pelihara, " kata Fajrul.
"Kita ingin memberi contoh bahwa di tengah perbedaan kita bisa membangun silaturahmi, merawat kebhinekaan. Perbedaan bukan sesuatu hal untuk diributkan. Bahkan sejak awal kami di Gusdurian selalu bersama-sama tak pernah melihat latar belakangnya apa, " imbuhnya.
Testimoni pertama disampaikan oleh tokoh muda agama konghucu, WS Budi Rohadi, mengungkapkan bahwa sosok Gus Dur adalah orang yang paling berjasa bagi umat Khonghucu dan etnis Tiong Hoa. Selama orde baru, warga Tiong Hoa dibatasi dalam bereskpresi. Perayaan Imlek dilarang. Seni budaya dari China adalah tak boleh ditampilkan di muka umum.
Berakhirmya Orde Baru, Gus Dur menjadi presiden. Saat itulah Gus Dur menjadi dewa penolong bagi kaum minoritas ini. Pria asal pesantren Tebuireng Jombang ini mencabut Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan Tahun Baru Imlek di tempat-tempat umum di Indonesia, menerbitkan Keppres No. 6 Tahun 2000, ujar Budi
Sedangkan Dosen Agama Politeknik Gusdurian, Thaufiqur Rohman menyampaikan bahwa Gus Dur senantiasa melakukan apa yang dikatakan. "Hal besar yang dilakukan Gus Dur adalah keselarasan antara hati dan perilaku", ujar Taufiq
Sejak wafatnya Gus Dur pada 30 Desember 2009 lalu sampai hari ini, Gus Dur masih terus diingat sebagai pembela warga yang terdiskriminasi, imbuhnya.
Dalam diskusi juga disampaikan tentang sejarah Konghucu sampai ada di Indonesia. Agama Konghucu bukan agama baru di Indonesia tetapi sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia.
"Agama Konghucu sudah ada sebelum kemerdekaan bahwa punya peran untuk kemerdekaan Indonesia. Memang ada sejarah pelarangan Ibadah bagi umat Konghucu sehingga sekarang seakan-akan menjadi agama baru di Indonesia", tambah Budi dalam akhir sesi.
Selain menggelar diskusi dan dialog kebangsaan, rangkaian Haul Gusdur juga dimeriahkan dengan beberapa kegiatan lain dan terbuka untuk umum, diantaranya : Rabu (21/12/2022) Forum 17 an, Minggu Berkah (25 Desember 2022), Selasa (10/01/2023) Mewarnai Gambar Gus Dur, Malam puncak Budaya dilaksanakan pada hari Sabtu (14/01/2023), Pungkas Budi.
Redaktur : JIS Agung
Kontributor : Djarmanto-YF2DOI